KARO| SUMUT24
Munculnya PP 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, terutama di Pasal 30, memberikan harapan baru bagi masyarakat Karo, khusunya untuk mendapatkan pelayanan pendidikan gratis. Namun tidak demikian pada SLTPN I Kutabuluh Kecamatan Kutabuluh,yang harus terbeban membeli sejumlah buku LKS (Lembar Kerja Siswa).
Baca Juga:
Kepala Sekolah SLTPN I Kutabuluh, Maklum Perangin-angin ketika dikonfirmasi melalui selulernya mengatakan, pengadaan buku LKS atas dasar permintaan orang tua siswa melalui Dewan Komite. Selanjutnya saat Dewan Komite Risna dikonfirmasi tidak dapat dihubungi.
Dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, terutama Pasal 181 tertulis larangan jual beli. Bahkan, di bagian ketujuh tentang larangan, Pasal 198 tertulis, Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, bahan pelajaran dan seragam sekolah
Ironisnya, dengan berlakunya produk hukum di atas dalam kurun waktu sekian tahun, pihak sekolah SLTPN 1 Kuta Buluh di bawah pimpinan Maklum Perangin-angin tidak menggubrisnya. Diduga, praktek yang dilakukan menggunakan modus lama dengan trik memanfaatkan dewan komite sekolah dengan dalih bagi fee.
Dalam hal ini sudah sangat pasti memberatkan orang tua siswa, yang beberapa di antaranya sempat mempertanyakan keberadaan dana Bos. “Katanya Dana BOS membantu pembiayaan anak sekolah, Namun kenyataannya berbagai pungutan masih dialami oleh kami orang tua,”jelas orang tua siswa, yang namanya tidak mau disebutkan, Selasa (26/1).
“Guru guru sekolah sepertinya sudah merajalela dengan tindakan memanfaatkan uang ini-uang itu, apalagi yang mereka kejar? Gaji sudah ada, dapat lagi sertifikasi belum lagi ditambah gaji ke-13, sementara kwalitas sekolah kita lihat tidak begitu lebih. Nanti pak Jokowi marah baru tahu,” tambahnya dengan nada kesal.
Menurut pengakuan siswi SLTP AD br Karo didampingi temannya SE br Ginting siswa dari Kls II 8d mengekemukakan keberadaan LKS sudah dalam jangka tahunan dan mereka menerimanya dalam hitungan per semester.
Masalah jual beli LKS ini sudah lama meresahkan orang tua siswa, terutama bagi orang tua dengan kondisi ekonomi lemah. Sebagai ilustrasi, berdasarkan hasil survei, harga LKS di tingkat SLTP berkisar antara Rp 60.000,00 – Rp 110.000,00 per paket per semester.
Bila diambil nilai tengahnya, maka biaya untuk pembelian LKS ini mencapai Rp. 85.000,00. Untuk keluarga tidak mampu, besaran pengeluaran untuk LKS tersebut kurang lebih setengah dari total pengeluaran untuk pendidikan.
Pantauan wartawan, menurut perhitungan daerah ini menunjukkan, angka keluarga miskin masih tinggi (diindikasikan sebagai penerima BLT mencapai 60%), dengan mengeluarkan dana pendidikan rata-rata sebesar Rp. 160.000,00 per semesternya. (tepu)
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News