Madina | Sumut24.co
Baca Juga:
Di tengah kegembiraan yang meluap pasca Lebaran, warga Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara (Sumut), menghidupkan kembali tradisi yang telah lama mereka junjung tinggi.
Tradisi pembukaan Lubuk Larangan, sebuah praktik yang menggambarkan harmoni antara manusia dan alam, menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Namun, di balik tradisi yang kaya akan nilai-nilai budaya ini, tersembunyi ironi yang menyayat hati.
Lubuk Larangan, yang secara harfiah berarti "zona terlarang", adalah area konservasi sungai tempat ikan dibiarkan berkembang biak tanpa gangguan manusia selama periode tertentu.
Ini adalah manifestasi dari kearifan lokal yang mengintegrasikan ekologi, etnosains, dan budaya sosial untuk keberlanjutan lingkungan. Tradisi ini tidak hanya melindungi keanekaragaman hayati sungai tetapi juga memastikan kelimpahan hasil tangkapan ikan bagi masyarakat setempat ketika musim panen tiba.
Sebelumnya, hari jum'at (12/4/24) Desa Singengu membuka Lubuk Larangan dan Sabtu (13/4/24) di Desa Sabadolok dan Hutarimbaru.
"Namun, kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) telah merusak harmoni ini. PETI, yang dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip pertambangan yang baik, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk penurunan kualitas air sungai yang menjadi sumber kehidupan bagi banyak desa, termasuk Desa Sabadolok.
Akibatnya, warga Desa Sabadolok yang biasanya mendapatkan hasil tangkapan ikan yang memuaskan, kini mengeluhkan hasil yang jauh dari harapan.
Salah satu warga Sabadolok, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya (inisial F) mengungkapkan kekecewaannya, Minggu (14/4/2024). "Ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, "katanya.
Sebelum ada aktivitas PETI, biasanya menjala ikan di sini, hasilnya sangat memuaskan. Kini, hasil tangkapan yang menurun telah menjadi simbol dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan ilegal.
Kegiatan PETI tidak hanya merugikan negara dari segi ekonomi tetapi juga merusak tatanan sosial dan budaya masyarakat setempat, "ucapnya.
Masyarakat yang sebelumnya bergantung pada pertanian dan perikanan kini terpaksa beralih profesi menjadi penambang emas, meninggalkan tradisi dan mata pencaharian yang telah turun-temurun mereka jalani.
Pada akhirnya, tradisi pembukaan Lubuk Larangan pasca Lebaran di Kecamatan Kotanopan seharusnya menjadi simbol keberkahan dan kelimpahan. Namun, ironisnya, tradisi ini kini menjadi pengingat akan kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Masyarakat Desa Sabadolok dan desa-desa lain di Kecamatan Kotanopan berharap bahwa suatu hari nanti, mereka dapat kembali menjalankan tradisi ini tanpa bayang-bayang kerusakan yang ditimbulkan oleh PETI, "Harapnya.
Ditambahkan salah satu Lembaga Ditabagsel dan menanggapi cerita masyarakat, Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengatasi masalah PETI.
Melalui penegakan hukum yang tegas dan upaya konservasi yang berkelanjutan, kita dapat mengembalikan keharmonisan antara manusia dan alam, serta melestarikan tradisi yang telah menjadi warisan budaya yang tak ternilai, "jelas BH.zal
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News