Jakarta I Sumut24.co
Perubahan adalah sesuatuyang tidak dapat dihindari dan bisa sewaktu-waktukita hadapisetiapsaat dalam hidup kita,sehingga perlu dilakukan beberapa langkah penyesuaian,baik dalam kehidupan personal maupun profesional.
Namun, perubahan seringkali tidak menyenangkan bahkan membuat kita cemas. Sekalipun perubahan itu positif, kita bisa mengalami stres dan kehilangan kendali dalam proses penyesuaiannya. Mengapa demikian?
Menurut ahli saraf Dean Burnett1, secara alamiah, otak kita tidak menyukai ketidakpastian akibat perubahan dan segala sesuatu yang tidak pasti berpotensi menjadi ancaman.
Penelitian yang dipublikasikan di Nature Communications2 menunjukkan bahwa orang sebenarnya mengalami lebih banyak stres akibat ketidakpastian ini dibandingkan dengan perubahan itu sendiri
Dalam dunia pekerjaan, perubahan merupakan hal yang biasa terjadi seperti perubahan kepemimpinan atau kebijakan perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bisa menavigasi perubahan tersebut agar bisa melewatinya dengan baik. Lalu bagaimana cara menavigasi perubahan?
Menurut Analisa Widyaningrum, seorang Psikolog Klinis yang ditemui pada sesi NgobrAZ (Ngobrol bareng Allianz Citizens), dengan tema Fix You: Olah Hati, Ganti Mindset, perubahan dapat dinavigasi dengan cerdas secara emosi. Kemampuan untuk mengolah emosi inilah yang dapat membantu kita melewati segala tantangan yang dihadapi dalam pekerjaan.
"Kecerdasan emosional adalah kemampuan manusia mengenali dan memahami emosinya lalu menggunakannya untuk mengelola diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Mengolah hati dan perasaan memang bukan perkara mudah. Banyak hal yang tidak bisa dikendalikan yang dapat membuat seseorang tidak nyaman terhadap perubahan, namun bukan berarti membuat seseorang tersebut tidak kompeten. Penting bagi kita untuk memahami level kecerdasan emosi supaya kita bisa mengontrol perasaan dengan lebih baik," kata Analisa.
Kecerdasan emosi sangat penting dalam dunia kerja karena dapat meningkatkan kolaborasi/teamwork. Karyawan juga mampu mengelola stress, tangguh menghadapi tantangan dan mengatasi ketidakpastian secara efisien. Sehingga kinerja menjadi lebih produktif, pencapaian target meningkat, dan bisa berkontribusi positif terhadap budaya perusahaan.
Level kecerdasan emosi seseorang dapat terasa saat bekerja bersama orang tersebut. Bekerja dengan orang yang level kecerdasan emosinya tinggi, kita akan merasa lebih nyaman, tenang dan percaya diri. Hal ini dikarenakan orang tersebut memiliki kompetensi personal dan sosial yang baik. Kompetensi personal yaitu mampu memahami emosi yang dimiliki (self-awareness) dan mampu mengendalikannya dalam situasi sulit serta tetap profesional saat bekerja (self-management).
Orang yang memiliki self management yang baik, dapat mengelola perasaannya untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan kekhawatiran. Justru ia bisa menerima perubahan dengan cepat dan memikirkan langkah kedepan. Lalu ia juga memiliki kompetensi sosial yaitu mampu memahami perasaan orang lain (Empathy) dan memiliki keterampilan mengelola hubungan dan membangun dinamika tim yang efektif (social skills). Sebaliknya jika kita bekerja dengan orang yang level kecerdasan emosinya rendah, kita juga akan ikut terbawa merasakan sesuatu yang tidak nyaman, malas, bahkan cemas karena orang tersebut memancarkan aura serta emosi yang negatif.
"Di saat emotional brain kita merasakan sesuatu yang cukup dalam, rational brain lah yang membalikkan keadaan dan membawa kita kembali ke dunia nyata sehingga meskipun kita sedang merasa sedih, tidak nyaman, kecewa tapi kita tetap bangkit dan moving on. Pada saat mengalami perubahan, kita boleh merasa tidak nyaman, panik, sedih, kecewa, tapi tidak perlu berlarut-larut. Semua orang yang mengalami perubahan dan mengalami hal yang tidak menyenangkan pasti akan mengalami syok. Namun jika kita memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, kita bisa mengendalikan emosi tersebut dengan bijak," lanjut Analisa.
Psikolog muda yang akrab disapa Ana ini juga mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah sesuatu yang bisa dilatih dan distimulus dengan self-regulation. Ana pun membeberkan tips untuk meregulasi perasaan sehari-hari supaya kita dapat menerima dan merangkul perubahan dengan baik:
Setiap menghadapi sesuatu, amati dulu apa yang terjadi. Kenali emosi kita yang hadir, apakah marah, sedih, atau kecewa. Asah diri kita untuk melakukan rutinitas sederhana supaya kita bisa terkoneksi dengan emosi tersebut, misalnya tulis segala perasaan di notes atau cerita ke orang yang tepat.
Hal ini dapat membuat kita sadar emosi apa yang sedang hadir dalam diri kita. Setelah itu kita bisa menerima dan mengelola emosi tersebut dengan menerapkan mindfulness dan melakukan respon delay. Sebelum meluapkannya, hitung mundur 10 detik untuk memikirkan dengan matang apakah respon yang akan kita berikan itu benar. Perlukah kita marah-marah? Menangis dan lainnya.
Cobalah untuk membuka pandangan lebih jauh lagi dan lakukan reframe. Pahami bahwa ini adalah tantangan yang harus dihadapi. Semua orang bisa mengalami hal yang sama. Kita bisa memposisikan diri kita sebagai orang lain yang juga ikut merasakan perubahan. Inilah yang dapat membangun bonding dalam pekerjaan.
Ambil nafas, step back, ingat kembali long term goals kita sehingga apapun yang kita hadapi, kita bisa mengatasinya dengan baik.
"Navigasi perubahan itu bukan tentang menekan emosi yang dirasakan dalam perubahan, tapi bagaimana kita bisa menggunakan emosi yang tepat di situasi yang tepat," pungkas Analisa menutup sesi Ngobraz kali ini.(red)
Baca Juga:
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di
Google News